Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Alam, Manusia dan Bagaimana Negara?

Dua bulan terakhir saya mulai kembali bepergian di berbagai tempat yang masih memiliki potensi kekayaan alam dan nilai-nilai kearifan lokal masyarakatnya. Beberapa tempat, seperti di Komunitas Masyarakat Adat Kajang Bulukumba, masyarakat pesisir Galesong Raya Takalar, masyarakat dataran tinggi Pegunungan Karaeng Lompo Gowa dan penghujung tahun ini saya masih berada di Kabupaten Enrekang bertemu dengan masyarakat lokal di sekitar kawasan hutan. Saya berkunjung dan bertemu masyarakat bukan untuk menggurui mereka, hanya karena saya mengenyam pendidikan tinggi bukan berarti berarti tahu segala hal dan berlagak seolah-olah manusia berpendidikan yang datang membawa perubahan. Di tempat mereka manusia yang memiliki gelar dari capaian atas pendidikan formal justru kebanyakan menjadi aktor dari rusaknya hubungan harmonis antara mereka dengan alam. Sebaliknya saya datang memposisikan diri untuk belajar dan menggali banyak informasi perihal makna dibalik relasi manusia dengan alam yang melahi

Selamat Ulang Tahun Front Mahasiswa Nasional: Teruslah Berjuang Bersama Rakyat!

Yakinlah, selalu ada banyak cara untuk mencintai organisasi" Oki Hajiansyah Wahab (Alumni FMN) Hormatku dan rasa bangga kepada kawan alumni dengan tekad dan pengorbanan yang kuat telah mendeklarasikan organisasi massa mahasiswa nasional yang patriotik, militan dan demokratik 11 tahun lalu di Balai Rakyat, Utan Kayu, Matraman, Jakarta. Terima kasih yang sebesar-besarnya pula kepada pemimpin pembebasan (Klas buruh), kepada Sokoguru Pembebasan (Kaum tani), yang telah memberikan FMN sejuta pengalaman maju yang menjadikan kita teguh, kuat dan tetap bertalian erat dan percaya dengan aliansi dasar buruh dan tani untuk melawan 3 musuh rakyat. Hari ini Front Mahasiswa Nasional tetap tegak berdiri sebagai organisasi dengan masa depan yang gemilang,  terus belajar dari pasang surutnya perjalanan dan tetap selalu menjadi bagian dari perjuangan massa dalam panji demokratis nasional..    Saya mengenal FMN di Makassar sewaktu masih semester dua, tepatnya pada agustus tahun 2010. S

The Kablams (Awal Mula)

Cerita 01 Cerita ini 80 persennya diangkat dari kisah nyata sekelompok anak muda yang memiliki misi visi menolak tua. 20 persennya adalah fiksi, itu tergantung dari saya mau menambahkan atau mengurangi isi ceritanya, toh sebagai penulis saya punya hak prerogatif. Hahaha (ketawa jahad). *** Kami berlima akhirnya bersepakat atau mungkin cenderung dipaksakan untuk membuat genk. Bisa jadi ini merupakan sebuah faksi dalam komunitas kami sendiri. Tujuannya bukan untuk melakukan kudeta terselubung atau kudeta merangkak yang dipopulerkan oleh sejarawan Asvi Warman Adam dalam melihat peristiwa Gerakan 30 September 1965. Untuk apa juga kami melakukan kudeta, sementara komunitas ini tidak memiliki ketua atau makhluk sejenisnya, Jangan tanyakan soal berapa besar dana hibah yang dikelola komunitas ini. Saya sedikit punya pengalaman lebih dalam mendirikan genk dibandingkan anggota genk yang lain. Sedikit cerita tentang pengalaman ini. Pertama kali saya mendirikan genk bersama

29 Desember 2011 dan setelah itu..

Kamis 29 September 2011.., Kegiatan kuliah bersama HMJ Pend.Sejarah FIS UNM di gedung rektorat lantai tiga berjalan lancar dengan jumlah peserta yang melebihi target. Suatu hal yang patut diapresiasi kepada teman-teman panitia. Sekitar Pukul 12.00 WITA, konsentrasi panitia terpecah, kegiatan yang sementara berlangsung dalam sesi tanya jawab mulai terganggu dengan keributan yang terjadi di samping gedung rektorat. Dan seorang  teman memberi info kepada saya. “Ada anak sejarah ditikam bro di samping kampus”. Saya dan beberapa teman-teman pengurus  HMJ langsung menuju di lokasi  keributan. Ternyata pada waktu itu teman-teman sedang mengejar pelaku penikaman yang katanya masih berada di area kampus tetapi tidak ditemukan juga, dan sementara saudara kami “Irpan Nasir”? Saya melihat lumuran darah dan rasa sakit yang dia tahan. Setelah itu saya tidak bisa terlalu mengingat jauh lebih dalam lagi kronologi kejadian, selain hujan yang menandai kepergiannya.  Almarhum dikebumikan di kampung hal

Selamat Bermusyawarah Rumah!

"Rumah tetaplah rumah, sekali kau sebut rumah artinya sekeping hatimu akan tinggal disana". (Aditia Yudis) Membangun   rumah tidak hanya sekedar menjadi tempat tinggal. Kita bisa lihat bagaimana rumah-rumah panggung di Sulawesi Selatan yang ternyata memiliki makna filosofis. Misalnya, Suku Bugis yang memandang rumah sebagai ruang pusat siklus kehidupan. Tempat kita lahir, tumbuh besar dan kembali menjad tanah. Rumah panggung Suku Bugis terdiri dari tiga bagian, yaitu Rakkeang (dunia atas), Ale Bola (dunia tengah) dan Awa Bola (dunia bawah) yang   kontruksinya memilik makna tentang harmonisasi Tuhan, alam dan Manusia.  Rumah sejarah yang bersejarah adalah rumah kedua saya setelah rumah di kampung. Rumah yang memasuki tahun ke-20 bermusyawarah sejak kampus yang berubah dari institut menjadi universitas. Menjadi salah satu penghuni rumah dari sekian banyak penghuni, bagi saya adalah kebanggaan tersendiri meskipun kontribusi yang saya berikan bisa dikatakan masih begi

Ibu Mega: Sosok Perempuan Pesisir yang Peduli Terhadap Pendidikan

Kami mendapat suntikan energi baru, setelah menyelenggarakan agenda pembahasan kurikulum Kelas Anak Pesisir Komunitas Ruang Abstrak Literasi, esoknya kami langsung mengajak Teman Belajar yang baru untuk meninjau lokasi-lokasi yang dijadikan sebagai ruang kelas terbuka Kelas Anak Pesisir, yakni di kompleks Makam Raja-Raja Tallo, Pantai Marbo Tallo dan di salah satu beranda rumah masyarakat Kampung Karabba. Lokasi yang terakhir di Kampung Karabba adalah lokasi baru kami untuk membuka Kelas Anak Pesisir. Tidak jauh dari Pantai Marbo Tallo   sekitar kurang lebih satu kilometer, kita sudah tiba di lokasi   yang masih termasuk bagian dari Kelurahan Tallo tersebut. Pemukiman padat, tidak tertata dan terkesan kumuh yang berada di atas laut. Rumah-rumah penduduk semuanya terbuat dari kayu dan jembatan kayu seadanya sebagai penghubung dari rumah ke rumah yang hampir ambruk   adalah gambaran lokasi baru Kelas Anak Pesisir di Kampung Karabba. Ibu Mega adalah salah satu masyarakat yang berbaik

Tahun Pemilu yang biasa-biasa saja

‘ Parlementair demokrasi adalah hanya ideologi politik, Parlementair demokrasi memberi kans yang sama secara demokratis kepada semua orang di bidang politik, itupun zoegenaamd [seharusnya]. Sebab dalam praktiknya si pemegang uanglah yang bisa membiayai surat-kabar, membiayai propaganda. Parlementair demokrasi adalah ideologi politik dari kapitalisme yang sedang naik. ….. … kita dus sebenarnya tidak boleh memakai parlemantaire demokrasi.(Soekarno) “Biarkan saja mereka bertengkar”, adalah jawaban saya dari pernyataan salah seorang teman yang memberikan pandangan tentang pentingnya kita mengambil sikap politik dengan masuknya kita pada arus politik kekuasaan dan kemudian memperbaiki keadaan. Lebih lanjut saya mengatakan bahwa itu hanya sesuatu hal yang membuang energi, karena pada faktanya ada banyak orang dari ragam latar belakang yang tidak masuk ke ranah politik praktis kekuasaan tetapi bisa juga memberikan kontribusi positif bagi orang banyak. Dan itu juga merupakan

Pemilik Pagi

Aku menyebutnya Pemilik Pagi. Dia yang datang pelan-pelan menyembuhkan luka. Semua butuh waktu untuk memulai dari setiap kekalahan, kelelahan dan ketidakpastian. Cinta dan luka adalah wujud dari kekuatan dan kelemahan manusia.  Pemilik Pagi adalah kesederhanaan dalam menanti senja. Pada langit, pada hujan, pada pelangi dan lagu-lagu dengan iringan gitar akustik yang bersenandung menyambut paginya. Tidak ada manusia bisa menebak masa tetapi aku perlahan bangun untuk memulai asa. Semoga semesta merencanakan hal-hal yang baik. aku bukan matahari, Pemilik Pagi, cahaya yang melampui batas semesta penghuni bumi sibuk merayakan kesakitan setiap tahunnya mereka menyebutnya bumi punya hari mereka itu siapa ? mereka juga yang melukai bumi dan tanah berontak menyatu, pecah! Kita seumpama berandai-andai Pemilik Pagi, ketika matahari telah lelah berhenti memberi terangnya pada bumi apa yang akan kita harap? Jadilah gelap seluruh dan seutuhnya tidak!

Ababil F.C dan mimpi anak-anak Lebba'E

Kemenangan dan kekalahan adalah hal yang pasti dalam setiap kompetisi, tetapi kalah dengan alasan yang sama justru menurut saya adalah suatu kondisi dimana kita tidak belajar dari kekalahan itu untuk menjadi lebih kuat lagi kedepannya. "Seandainya dari dulu ada lapangan bola ta', pasti susah mi na kalahki juga lawan dan bisa ki juara". Kalimat kekecewaan itu keluar dari salah seorang anak muda Lebba'E pada saat perjalanan pulang setelah kekalahan tipis dikompetisi beberapa hari yang lalu. Kalimat itu sudah berulang kali saya dengarkan ketika Ababil F.C. yang merupakan klub kebanggaan kampung kami mengalami kekalahan pada partisipasinya disetiap kompetisi.  Anak-anak muda Lebbae'E dipersatukan oleh rasa cinta terhadap sepakbola meskipun kenyataannya di kampung kami tidak ada sama sekali lapangan sepakbola. Saya masih ingat sewaktu SD, ada beberapa tempat yang kami sulap menjadi tempat bermain bola. Mulai dari halaman SD 75 Lebbae'E, pabrik pengolahan p

Merayakan Multatuli, Merawat Kemanusiaan

Dilupakan Perang telah berakhir. Ada darah, tangis air mata kehilangan, kemenangan yang melelahkan. Monumen berdiri tegak. Simbol harapan generasi kelak, merawat kebebasan Tetapi... Sejarah kemudian diceritakan sepotong-sepotong Semua berlomba-lomba membuat panggung, lalu diceritakan bahwa saya adalah yang paling berjasa Sementara... Dilupakan, itulah dia Sosok yang membunuh kolonialisme. “Biarlah aku menderita,” bisiknya.. *Makassar, 02 Agustus 2018* Aku lebih menderita Aku bicara dalam kalimat yang begitu indah. Kumpulan kata-kata bijak, tentang kisah cinta. Kita menyebutnya cinta, terbatas aku dan kamu. Aku menjadi nabi bagi mereka yang membuka cinta dengan hanya satu pintu. Menjadi populis, mereka menyebutku sang penyair cinta Setiap tulisanku haruslah baik, baik untuk diriku. Aku menulis memang hanya untuk diriku, diriku dan pengikutku Sastra hanya untuk sastra, seni hanya untuk seni. Aku tidak ingin menulis untuk menderita Hidup