Biil, ini
bukan kado sebagai perayaan usiamu yang kedua tahun. Boleh dibilang, tulisan
ini bentuk rasa syukur dan bahagia dari seorang bapak, ayah, atau kebiasaanmu
yang memanggil saya Abaa. Biil, suatu saat tulisan ini akan kau baca, pahami
dan menjadikannya sesuatu yang layak untuk dikenang. Pada saat menulis ini, Abaa
dalam kondisi cukup tertekan atau mungkin saja ini stres karena urusan studi perkuliahan
dan pekerjaan yang menumpuk. Fase menjadi orang tua adalah pilihan yang harus
dilewati. Seperti ketika Abaa memutuskan untuk menikah dengan Umaamu, itu juga
adalah pilihan. Kehidupan itu adalah menjalani pilihan tetapi tidak semua
manusia bebas menentukan pilihannya sendiri. Umaamu adalah sosok perempuan yang berani menentukan pilihan atas hidupnya.
Biil, di kepala Abaa dan Umaa ada banyak sekali keinginan agar kelak Nabiil menjadi ini dan itu. Namun, sungguh terlalu ego bagi kami sebagai orang tua yang memaksakan keinginannya. Itu artinya sejak dini kami telah membatasi kebebasanmu demi alasan kebaikan. Padahal sebagai orang tua yang semestinya kami harus pastikan adalah kebahagiaan Nabiil itu sendiri. Kami berdua harusnya fokus mempersiapkan bekal kehidupan. Bukan hanya mempersiapkan bekal saja tetapi kami juga harus belajar bagaimana mempersiapkan bekal yang baik untuk Nabiil. Entah itu nanti kedepannya Nabiil akan memilih menjadi apa dan menjalani hidup dengan bagaimana, setidaknya bekal itu sudah cukup untuk menentukan pilihan.
Selain selain soal pilihan tadi, yang paling penting Nabiil menikmati masa menjadi anak-anak. Dunia anak-anak adalah kebebasan dan dunia manusia dewasa adalah keterbatasan. Kata Ki Hajar Dewantara, kita harus memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan ide, bakat, dan kreatifitas. Hanya saja kebebasan itu bukanlah kebebasan mutlak, perlu tuntunan terutama dari orang tua untuk memastikan ruang aman dan agar anak tidak kehilangan arah dan bisa membahayakan dirinya.
Tentu sebagai orang tua ada banyak kekhawatiran saat Nabiil melewati fase demi fase dalam proses pertumbuhan. Namun kekhawatiran Abaa yang terbesar adalah waktu luang yang sedikit bersama Nabiil di fase dunia anak saat ini. Nabiil juga ketika nanti sudah masuk fase pendidikan sekolah, perlahan-lahan akan mulai terbatas waktunya untuk bersama Abaa dan Umaa. Disini Aba mencoba untuk menyelami makna bahwa “anak adalah titipan dari Sang PemilikNya”. Titipan yang dimaksud berarti sebuah amanah bagi orang tua untuk menjaga dan merawat anak dengan penuh kasih sayang sebelum anak menjalani kehidupannya masing-masing. Pada titik ini, sesungguhnya Abaa belum siap berpikir lebih jauh mengenai kehidupan yang akan dijalani sendiri oleh Nabiil di masa depan. Abaa dan Umaa masih ingin menikmati waktu luang bersama Nabiil di fase dunia anak sekarang ini. Mungkin itu sebagai bentuk keegoisan orang tua atau wujud cinta yang begitu besar untuk Nabiil. Waktu terus akan berjalan dan kelak fase itu akan tiba jika Sang Pencipta memberikan umur yang panjang untuk Nabiil. Kami sebagai orang tua harus belajar bersiap menerima pilihan Nabiil untuk menjemput takdirnya sendiri.
Untuk saat ini, Aba berusaha untuk meluangkan waktu luang bersama Nabiil. Sabtu sore adalah waktu luang terbaik untuk Nabiil. Kenapa sabtu sore? Karena itu adalah waktu dalam sepekannya Abaa berhenti sejenak dari rutinitas perkuliahan dan pekerjaan. Entah siapa yang menemukan aturan main di dunia ini, seakan menjadi pandangan umum jika ingin anak kalian terjamin masa depannya maka korbankan waktumu untuk bekerja. Suatu saat Nabiil juga akan tahu bahwa banyak manusia terpaksa bekerja bukan karena pilihan dari apa yang mereka mimpikan. Selain itu, ada banyak orang tua di dunia ini yang mimpi dan tujuan hidupnya berubah sejak memiliki anak. Saat Nabiil lahir, Abaa dan Umaa dan justru merasa inilah mimpi terbaik yang diwujudkan oleh Sang Pencipta.
Ada beberapa tempat favorit yang biasa kami kunjungi bertiga pada sabtu sore. Salah satunya kompleks olahraga perumahan Bumi Tamanlarea Permai (BTP). Beberapa fasilitas di kompleks olahraga tersebut, diantaranya lapangan sepakbola, lapangan basket, lapangan tenis, dan area taman bermain untuk anak. Lapangan sepakbola dan lapangan basket adalah dua tempat yang paling disenangi Nabiil untuk bermain bola. Di tempat itu juga Nabiil belajar berinteraksi dengan anak-anak lainnya. Selain itu kami bertiga sering berkunjung ke kampus Universitas Hasanuddin untuk melihat penangkaran Rusa. Kalau bukan sabtu sore kami berkunjung kedua tempat itu, kami memilih minggu pagi.
Hanya saja
sabtu pekan ini terasa begitu tenang. Rencananya kami bertiga akan bermain bola
di Kompleks Olahraga BTP tetapi sekitar jam 4 sore hujan turun cukup deras.
Hujan baru reda lewat jam 5 sore dan lapangan juga sudah pasti basah. Akhirnya
agenda kami bertiga pun tertunda. Masih ada waktu sedikit sebelum tiba waktu
maghrib. Saya pun memutuskan keluar berdua dengan Nabiil untuk membeli jajanan
bakso siomay di pinggir jalan poros Kompleks BTP. Jaraknya mungkin sekitar 500 meter
dari rumah. Umaa tidak ikut saat itu karena lagi mempersiapkan makan malam. Kami
berdua pun berjalan menyusuri jalan kompleks perumahan yang beberapa titiknya
masih tergenang air karena hujan. Nabiil terlihat senang dan beberapa kali berhenti saat menemukan titik genangan. Seolah bertanya, kenapa ada genangan? Apakah karena air mata langit yang tidak tertampung oleh kerakusan penghuni bumi? Cieee... Ini hanya seolah. Kenyataannya Nabiil bermain mengambil batu kerikil di sekitarnya dan melemparnya ke genangan air tersebut.
Kebetulan hujan turun di bulan Juni, teringat judul puisi salah satu legenda sastrawan Indonesia Sapardi Djoko Damono. Nabiil, ada banyak penafsiran dan makna tentang hujan, baik itu sebelum dan sesudahnya. Biarkan Nabiil yang juga menafsirkan hujan itu sendiri. Kami berdua berjalan setelah hujan reda menikmati sore yang menjelang malam. Seperti hidup, tidak hanya tentang perjalanan tanpa henti. Semua butuh jeda saat lelah memuncak. Nabiil adalah jeda, sebuah alasan untuk melanjutkan kehidupan yang fana. Setelah itu, seperti biasa Abaa begadang lagi malam ini.
Panjang umur Nabiil…
Kebaikan adalah dirimu…
Komentar
Posting Komentar