Langsung ke konten utama

Sabtu Sore Setelah Hujan, Perayaan Dua Tahun Ahmad Nabiil Arsha

 


Biil, ini bukan kado sebagai perayaan usiamu yang kedua tahun. Boleh dibilang, tulisan ini bentuk rasa syukur dan bahagia dari seorang bapak, ayah, atau kebiasaanmu yang memanggil saya Abaa. Biil, suatu saat tulisan ini akan kau baca, pahami dan menjadikannya sesuatu yang layak untuk dikenang. Pada saat menulis ini, Abaa dalam kondisi cukup tertekan atau mungkin saja ini stres karena urusan studi perkuliahan dan pekerjaan yang menumpuk. Fase menjadi orang tua adalah pilihan yang harus dilewati. Seperti ketika Abaa memutuskan untuk menikah dengan Umaamu, itu juga adalah pilihan. Kehidupan itu adalah menjalani pilihan tetapi tidak semua manusia bebas menentukan pilihannya sendiri. Umaamu adalah sosok perempuan yang berani menentukan pilihan atas hidupnya.

Biil, di kepala Abaa dan Umaa ada banyak sekali keinginan agar kelak Nabiil menjadi ini dan itu. Namun, sungguh terlalu ego bagi kami sebagai orang tua yang memaksakan keinginannya. Itu artinya sejak dini kami telah membatasi kebebasanmu demi alasan kebaikan. Padahal sebagai orang tua yang semestinya kami harus pastikan adalah kebahagiaan Nabiil itu sendiri. Kami berdua harusnya fokus mempersiapkan bekal kehidupan. Bukan hanya mempersiapkan bekal saja tetapi kami juga harus belajar bagaimana mempersiapkan bekal yang baik untuk Nabiil. Entah itu nanti kedepannya Nabiil akan memilih menjadi apa dan menjalani hidup dengan bagaimana, setidaknya bekal itu sudah cukup untuk menentukan pilihan.

Selain selain soal pilihan tadi, yang paling penting Nabiil menikmati masa menjadi anak-anak. Dunia anak-anak adalah kebebasan dan dunia manusia dewasa adalah keterbatasan. Kata Ki Hajar Dewantara, kita harus memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan ide, bakat, dan kreatifitas. Hanya saja kebebasan itu bukanlah kebebasan mutlak, perlu tuntunan terutama dari orang tua untuk memastikan ruang aman dan agar anak tidak kehilangan arah dan bisa membahayakan dirinya.

Tentu sebagai orang tua ada banyak kekhawatiran saat Nabiil melewati fase demi fase dalam proses pertumbuhan. Namun kekhawatiran Abaa yang terbesar adalah waktu luang yang sedikit bersama Nabiil di fase dunia anak saat ini. Nabiil juga ketika nanti sudah masuk fase pendidikan sekolah, perlahan-lahan akan mulai terbatas waktunya untuk bersama Abaa dan Umaa. Disini Aba mencoba untuk menyelami makna bahwa “anak adalah titipan dari Sang PemilikNya”. Titipan yang dimaksud berarti sebuah amanah bagi orang tua untuk menjaga dan merawat anak dengan penuh kasih sayang sebelum anak menjalani kehidupannya masing-masing. Pada titik ini, sesungguhnya Abaa belum siap berpikir lebih jauh mengenai kehidupan yang akan dijalani sendiri oleh Nabiil di masa depan. Abaa dan Umaa masih ingin menikmati waktu luang bersama Nabiil di fase dunia anak sekarang ini. Mungkin itu sebagai bentuk keegoisan orang tua atau wujud cinta yang begitu besar untuk Nabiil. Waktu terus akan berjalan dan kelak fase itu akan tiba jika Sang Pencipta memberikan umur yang panjang untuk Nabiil. Kami sebagai orang tua harus belajar bersiap menerima pilihan Nabiil untuk menjemput takdirnya sendiri.

Untuk saat ini, Aba berusaha untuk meluangkan waktu luang bersama Nabiil. Sabtu sore adalah waktu luang terbaik untuk Nabiil. Kenapa sabtu sore? Karena itu adalah waktu dalam sepekannya Abaa berhenti sejenak dari rutinitas perkuliahan dan pekerjaan. Entah siapa yang menemukan aturan main di dunia ini, seakan menjadi pandangan umum jika ingin anak kalian terjamin masa depannya maka korbankan waktumu untuk bekerja. Suatu saat Nabiil juga akan tahu bahwa banyak manusia terpaksa bekerja bukan karena pilihan dari apa yang mereka mimpikan. Selain itu, ada banyak orang tua di dunia ini yang mimpi dan tujuan hidupnya berubah sejak memiliki anak. Saat Nabiil lahir, Abaa dan Umaa dan justru merasa inilah mimpi terbaik yang diwujudkan oleh Sang Pencipta.  

Ada beberapa tempat favorit yang biasa kami kunjungi bertiga pada sabtu sore. Salah satunya kompleks olahraga perumahan Bumi Tamanlarea Permai (BTP). Beberapa fasilitas di kompleks olahraga tersebut, diantaranya lapangan sepakbola, lapangan basket, lapangan tenis, dan area taman bermain untuk anak. Lapangan sepakbola dan lapangan basket adalah dua tempat yang paling disenangi Nabiil untuk bermain bola. Di tempat itu juga Nabiil belajar berinteraksi dengan anak-anak lainnya. Selain itu kami bertiga sering berkunjung ke kampus Universitas Hasanuddin untuk melihat penangkaran Rusa. Kalau bukan sabtu sore kami berkunjung kedua tempat itu, kami memilih minggu pagi.

Hanya saja sabtu pekan ini terasa begitu tenang. Rencananya kami bertiga akan bermain bola di Kompleks Olahraga BTP tetapi sekitar jam 4 sore hujan turun cukup deras. Hujan baru reda lewat jam 5 sore dan lapangan juga sudah pasti basah. Akhirnya agenda kami bertiga pun tertunda. Masih ada waktu sedikit sebelum tiba waktu maghrib. Saya pun memutuskan keluar berdua dengan Nabiil untuk membeli jajanan bakso siomay di pinggir jalan poros Kompleks BTP. Jaraknya mungkin sekitar 500 meter dari rumah. Umaa tidak ikut saat itu karena lagi mempersiapkan makan malam. Kami berdua pun berjalan menyusuri jalan kompleks perumahan yang beberapa titiknya masih tergenang air karena hujan. Nabiil terlihat senang dan beberapa kali berhenti saat menemukan titik genangan. Seolah bertanya, kenapa ada genangan? Apakah karena air mata langit yang tidak tertampung oleh kerakusan penghuni bumi? Cieee... Ini hanya seolah. Kenyataannya Nabiil bermain mengambil batu kerikil di sekitarnya dan melemparnya ke genangan air tersebut.

Kebetulan hujan turun di bulan Juni, teringat judul puisi salah satu legenda sastrawan Indonesia Sapardi Djoko Damono. Nabiil, ada banyak penafsiran dan makna tentang hujan, baik itu sebelum dan sesudahnya. Biarkan Nabiil yang juga menafsirkan hujan itu sendiri. Kami berdua berjalan setelah hujan reda menikmati sore yang menjelang malam. Seperti hidup, tidak hanya tentang perjalanan tanpa henti. Semua butuh jeda saat lelah memuncak. Nabiil adalah jeda, sebuah alasan untuk melanjutkan kehidupan yang fana. Setelah itu, seperti biasa Abaa begadang lagi malam ini.

 

Panjang umur Nabiil…

Kebaikan adalah dirimu…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Jugun Ianfu Merdeka dari Reklamasi: Sepenggal Cerita Island Fest Pulau Lae-lae 2023

Om Bob memeluk saya penuh haru bahagia ketika penampilan teater boneka yang digawangi oleh Nur Ikayani selesai dan mendapatkan riuh tepuk tangan dari penonton. Baik Om Bob atau biasa juga disapa Anton Samalona dan Nur Ikayani, panggilannya Kika adalah dua sosok seniman yang memiliki ikatan emosional begitu kuat dengan Pulau Lae-lae. Om Bob lahir dan tumbuh besar di Pulau Lae-lae, sedangkan Kika pernah tinggal menetap beberapa tahun di pulau tersebut. Dua sosok ini jugalah yang berperan penting dibalik layar suksesnya penyelenggaraan Island Fest 2023 selama tiga hari di Pulau Lae-lae. Festival ini diinisiasi oleh masyarakat Pulau Lae-lae dalam menyambut hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-78. "Mahal ini ide cerita teaternya Om Bob, diluar dari yang kubayangkan sama sekali," kata saya.  "Itu karena kita semua ikhlas dan mau bersatu sukseskan ini acara saudara," timpal Om Bob yang dengan spontan menyalami tangan saya dengan begitu erat. Setelah itu

Wabah Virus dan Protes Rakyat (Sebuah Tinjauan Historis)

 (Ilustrasi dukun di Jawa mengobati pes. Sumber foto: historia.id) Melihat ke belakang, jauh sebelum wabah pandemi virus corona atau Covid-19 menjangkiti Indonesia, rakyat pada zaman kolonialisme Belanda telah lebih dulu merasakan hidup dalam ancaman wabah virus. Dua wabah virus tersebut adalah pes dan influenza. Sejarawan Syefri Luwis dalam sebuah diskusi daring mengungkapkan, bahwa wabah pes pertama kali dilaporkan terjadi di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) pada tahun 1905. Ketika itu pemerintah kolonial Belanda tidak peduli dengan kasus tersebut karena yang terjangkit hanya dua orang. Enam tahun berselang, laporan wabah pes kembali muncul di Hindia Belanda, tepatnya di Malang Jawa Timur. Wabah ini diprediksi mulai menyebar di Malang karena faktor beras dari Myanmar. Lagi-lagi pemerintah kolonial Belanda tidak percaya begitu saja dan membantah karena meyakini tikus Myanmar berbeda dengan tikus lokal. Pada kenyataannya, tikus Myanmar mampu beradaptasi dengan lokal sehingga

The Kablams (Awal Mula)

Cerita 01 Cerita ini 80 persennya diangkat dari kisah nyata sekelompok anak muda yang memiliki misi visi menolak tua. 20 persennya adalah fiksi, itu tergantung dari saya mau menambahkan atau mengurangi isi ceritanya, toh sebagai penulis saya punya hak prerogatif. Hahaha (ketawa jahad). *** Kami berlima akhirnya bersepakat atau mungkin cenderung dipaksakan untuk membuat genk. Bisa jadi ini merupakan sebuah faksi dalam komunitas kami sendiri. Tujuannya bukan untuk melakukan kudeta terselubung atau kudeta merangkak yang dipopulerkan oleh sejarawan Asvi Warman Adam dalam melihat peristiwa Gerakan 30 September 1965. Untuk apa juga kami melakukan kudeta, sementara komunitas ini tidak memiliki ketua atau makhluk sejenisnya, Jangan tanyakan soal berapa besar dana hibah yang dikelola komunitas ini. Saya sedikit punya pengalaman lebih dalam mendirikan genk dibandingkan anggota genk yang lain. Sedikit cerita tentang pengalaman ini. Pertama kali saya mendirikan genk bersama