Nelayan Tradisional Kalukubodoa: Bertahan hidup dalam Kepungan Proyek Reklamasi dan Ancaman Virus Corona
Kelurahan Kalukubodoa merupakan salah satu
kelurahan pesisir di Kecamatan Tallo, Kota Makassar yang masyarakatnya sebagian
kecil berprofesi sebagai nelayan tradisional. Selain Kelurahan Kalukubodoa, di
Kecamatan Tallo juga terdapat Kelurahan Buloa dan Kelurahan Tallo yang masuk
dalam wilayah pesisir (Kecamatan Tallo dalam Angka, 2019). Menurut Daeng Amir, salah seorang ketua kelompok
nelayan, ada sekitar 52 nelayan tradisional di Kelurahan Kalukubodoa yang sudah
tercatat di Dinas Perikanan dan Pertanian Kota Makassar. “Dulu sebelum ada proyek reklamasinya ini pelabuhan Makassar New Port,
jumlah nelayan sebanyak 80 orang tetapi sejak tahun 2015 proyek mulai dikerjakan
sampai saat ini, ada sekitar 30 nelayan terpaksa berhenti melaut karena
reklamasi telah merusak wilayah tangkap nelayan disini,” kata Daeng Amir.
Proyek
pelabuhan baru Makassar atau yang dikenal dengan Makassar New Port (MNP)
merupakan proyek strategis nasional yang dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia
(Pelindo) IV. Proyek Pelabuhan MNP dikerjakan dalam dua tahap dengan luas 1.428
hektar dan membutuhkan dana investasi sebesar Rp. 89, 57 Triliun. Tahap pertama
terbagi dalam empat paket yang ditargetkan selesai pada tahun 2022. Sementara
untuk tahap kedua ditargetkan selesai pada tahun 2025 (kumparan.com, 2018). Kelurahan Kalukubodoa adalah pintu gerbang
utama untuk masuk ke lokasi pelabuhan MNP. Sejak proyek reklamasi pelabuhan MNP
dimulai pada tahun 2015, sejak itu pula nelayan merasakan dampak buruk dari
aspek ekologi dan ekonomi (baca: https://makassar.terkini.id/walhi-sulsel-minta-pelindo-perhatikan-hak-nelayan-kalukubodoa-dan-cambayya/).
Di tengah
persoalan reklamasi yang belum selesai, kehidupan komunitas masyarakat nelayan
tradisional di Kelurahan Kalukubodoa kembali terancam dengan adanya wabah virus
COVID-19 atau yang sering disebut dengan virus corona. Mengingat cepatnya
proses penyebaran dan penularan di seluruh dunia, Badan Kesehatan Dunia atau
WHO telah menetapkan virus corona
sebagai pandemi global. Sejak awal bulan Maret, kasus pasien positif
virus corona di Indonesia terus bertambah. Data terakhir yang dirilis oleh
Gugus Tugas Percepatan Penangan
Covid-19, berdasar update hari
Rabu, 1 April 2020, total jumlah kasus positif virus corona di Indonesia telah
mencapai 1.677 pasien dan jumlah kematian mencapai 157 jiwa. Di Sulawesi
Selatan tercatat 66 kasus pasien positif virus corona dan jumlah kematian 5 jiwa. Kota Makassar merupakan daerah dengan
kasus pasien positif terbanyak di Sulawesi Selatan yakni 40 kasus. Penyebaran
kasus positif virus corona lebih banyak menyasar kota-kota besar di Indonesia
termasuk Kota Makassar karena merupakan pusat perekonomian dengan jumlah
mobilitas dan interaksi penduduk yang begitu tinggi.
Masyarakat
yang berada dibawah garis kemiskinan menjadi salah satu kategori yang paling
rentan terkena dampak virus corona karena rata-rata bekerja pada sektor informal yang
mengharuskan mereka untuk melakukan pekerjaan di luar rumah. Himbauan
pemerintah pusat dan daerah kepada masyarakat untuk tetap beraktivitas di rumah
atau physical distancing demi mencegah
penyebaran virus corona justru akan membuat kelompok masyarakat miskin
kehilangan sumber pendapatan. Situasi ini juga berdampak pada masyarakat
pesisir khususnya nelayan dengan tingkat kemiskinan yang begitu mengkhawatirkan.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2018 menunjukkan, jumlah
nelayan di Indonesia sebanyak 2,7 juta orang. Jumlah tersebut mayoritas berada
dalam ambang batas kemiskinan dan menyumbang 25 persen angka kemiskinan nasional. Masyarakat
pesisir yang menggantungkan hidupnya dari pemanfaatan sumber daya laut seperti
nelayan tradisional di Kelurahan Kalukubodoa menghadapi situasi yang dilematis
dalam menghadapi ancaman virus corona.
******
Sore itu
sekitar pukul 16.00 WITA, saya dan kawan Mardhi berkesempatan melihat langsung aktivitas nelayan
tradisional di Kelurahan Kalukubodoa dan mendiskusikan beberapa hal, termasuk
yang paling penting bagaimana komunitas nelayan bisa bersama-sama mencegah
penyebaran virus corona di sekitar lingkungan mereka. Di dermaga galangan kapal
milik Haji Kai salah satu pengusaha kaya setempat, kami bertemu dengan Daeng Amir dan beberapa nelayan lainnya.
Daeng Amir sendiri merupakan sosok yang sejak lama terus berjuang mengajak
nelayan tradisional di Kalukodoa untuk bersatu dalam memperjuangkan hak-hak
hidup nelayan terhadap proyek reklamasi MNP. Aktivitas masyarakat pesisir di
sekitar dermaga masih berjalan normal seperti biasanya. Puluhan perahu nelayan masih
bersandar di dermaga, buruh-buruh angkut ekspedisi yang juga sebagian besar adalah
nelayan mengangkat barang menuju truk yang silih bergantian masuk dermaga.
Sementara beberapa nelayan lain sedang mempersiapkan kebutuhannya untuk turun melaut sebelum
matahari terbenam. Dua kali dalam sehari umumnya
nelayan tradisional Kelurahan Kalukuboda turun melaut. Dari jam 4 subuh sampai
jam 9 pagi kemudian lanjut dari jam 5
sore sampai jam 9 malam. Berbagai jenis hasil tangkapan laut dari nelayan
kemudian dijual langsung ke konsumen atau ke pengepul di Tempat Pelelangan Ikan
(TPI) Paotere yang lokasinya tidak jauh dari Kelurahan Kalukubodoa.
Daeng Amir
dan dua temannya sesama nelayan yaitu Daeng Rajja dan Daeng Udin mengajak kami berdua
untuk ikut menangkap kerang (tude). Kami pun menuju lokasi tempat
mencari kerang yang tidak jauh dari sekitar dermaga dengan menggunakan perahu jolloro milik Daeng Amir. “Baru pi lagi ini ada tude, mungkin 4 tahun mi lamanya karena itu
proyek reklamasi MNP wilayah tangkap semakin sempit dan jauh. Sebelum ada
reklamasi nelayan disini pasang bagan tancap untuk budidaya kerang hijau,”
tutur Daeng Udin dalam perjalanan. Lokasi kami menangkap kerang persis berada di samping
bangunan pelabuhan MNP yang telah selesai. Kerang-kerang tersebut hidup
menempel dan bergorombol di sepanjang penahan limbah proyek reklamasi MNP. Kami
turun dari perahu lalu berenang menuju penahan limbah proyek tersebut, kemudian
mengambil kerang sebanyak mungkin dan memindahkannya ke dalam kotak kardus
bekas yang telah disediakan.
“Kerang ini tidak dijual ke pelelangan tapi
banyak dibagi-bagi sama keluarga dan tetangga untuk dimakan sebagai lauk.
Yang kami jual biasanya di sekitar jalan raya, harganya Rp 5.000 satu piring
kerang,” kata Daeng Rajja. Kerang hasil
tangkapan nelayan tradisional di Kalukubodoa sebagian besarnya memang hanya
untuk dikomsumsi oleh keluarga mereka. Jika kerang tersebut dijual ke
pelelangan juga belum tentu laku karena, memang beberapa
tahun terakhir telah banyak beredar berita di masyarakat bahwa kerang yang
berada di pesisir Kota Makassar sudah mengalami pencemaran cukup tinggi
sehingga tidak layak untuk dikomsumsi. Setelah kerang hasil tangkapan terkumpul sebanyak 4 kardus, kami pun
naik ke perahu dan bersiap-siap kembali menuju dermaga untuk membersihkan
kerang yang telah ditangkap.
Virus corona
telah mengancam kehidupan masyarakat tetapi mau tidak mau nelayan tradisional
di Kalukubodoa harus tetap melaut demi memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga
mereka. “Belum saja ada ini virus corona
pendapatan nelayan sudah berkurang memang mi karena wilayah tangkap kami
dulunya direklamasi untuk bangun pelabuhan MNP. Sekarang nelayan harus tambah
ongkos solar lagi untuk melaut ke tempat yang lebih jauh. Sering kita rugi
karena hanya kembali modal solar saja, apalagi ini dampaknya virus corona
semakin berkurang orang mau datang beli ikan di pelelangan. Jadi semakin susah
dirasa,“ ungkap Daeng Udin. Sementara menurut Daeng Amir pemerintah
kelurahan setempat juga lambat dalam melakukan pencegahan di sekitar tempat
tinggal nelayan. “Saya sempat ke kantor
kelurahan untuk minta supaya ada penyemprotan di RT ku tapi belum ada pi respon
sampai sekarang, biar pun banyak juga nelayan disini percaya kalau mandi air
laut bisa mencegah penyakit termasuk ini virus corona tapi tetap juga waspada
ki karena tidak kita tahu apakah ada warga disini sudah pernah kontak atau
tidak dengan mereka di tempat lain yang sudah positif terkena virus,“ kata
Daeng Amir. Memang sangat berat jika nelayan tradisional Kelurahan Kalukubodoa
harus mengikuti himbauan pemerintah untuk tetap di rumah karena belum adanya
kepastian jelas dari pemerintah bisa menjamin kebutuhan hidup mereka. “Mau ji kira-kira itu pemerintah kasi ki’ beras, minyak dan sembako
tiap hari? Belum pi lagi kebutuhan lainnya seperti saya ini setiap hari merokok”
tambah Daeng Amir sambil tertawa.
(Daeng Rajja bersama ketiga anaknya sedang membersihkan kerang hasil tangkapannya, dok: pribadi)
Masalah lainnya secara umum terjadi di wilayah pesisir adalah minimnya fasilitas dan kesehatan lingkungan. Tercatat jumlah
penduduk di Kecamatan Tallo sebanyak 140.023 jiwa dan fasilitas kesehatan hanya
ada 3 puskesmas dan 4 pustu (Kecamatan Tallo dalam angka, 2019). Dengan jumlah
penduduk yang begitu padat, fasilitas kesehatan yang sangat minim dan kurang
aktifnya pemerintah setempat mendorong partisipasi masyarakat untuk mengambil
langkah pencegahan sejak dini, sehingga potensi penyebaran virus corona di masyarakat pesisir sangat besar. Kita tidak bisa membayangkan jika hal tersebut benar-benar terjadi karena
sebelum kasus virus corona ini muncul, ada banyak catatan buruk terhadap akses dan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat yang masuk dalam dibawah kategori garis kemiskinan termasuk masyarakat yang
tinggal di wilayah pesisir. Virus corona telah berhasil menembus batas-batas politik,
ekonomi dan kelas sosial secara global. Kaya atau miskin, pejabat atau bukan, semuanya
berpotensi terjangkit virus tersebut tetapi bagi nelayan tradisional di
Kelurahan Kalukubodoa tidak ada pilihan selain terus bertahan hidup dalam
kondisi yang sangat terbatas. Setelah proyek reklamasi memiskinkan nelayan
tradisional di Kelurahan Kalukobodoa, ancaman virus corona semakin menambah beban
penderitaan hidup mereka. Dalam situasi yang buruk seperti ini, orang
miskin harus tetap melindungi orang kaya agar tidak menularkan penyakitnya
seperti yang dikatakan Achmad Yurianto, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan
Covid-19. Biarkan nelayan tetap mencari ikan di laut untuk asupan gizi dan
protein orang-orang kaya yang tetap di rumah dan membagikan foto selfie mereka
bersama keluarga. Tabik!
Komentar
Posting Komentar