Langsung ke konten utama

Puisi-puisi yang lahir di Bulan Januari

Saya mengambil bagian dalam proses penyusunan antologi puisi "2020: Resolusi dalam Puisi" yang digagas oleh teman-teman Komunitas Puisi (KoPi) Makassar. Ada sekitar 13 puisi yang saya tulis dengan beragam tema yang terinspirasi dari pengalaman melihat, merasakan dan berinteraksi sebagai manusia. Selamat membaca. 


(Dokumentasi Pribadi)


(I) Puisi Pertama

Di pusaran angin musim barat, lebatnya hujan pergantian tahun.
Layar sudah terkembang, cita-cita tertanam dalam.
Tekad sudah bulat, jika sudah memulai segera akhiri dengan baik.
Ada ruang batas antara hidup dan mati. Disana kita berada. Disana kita bertahan. 
Setelah tahun-tahun lama yang panjang, jadilah merdeka sebelum keluar dari rumah.

Soppeng, 1 Januari 2020


(II) Sambut-Menyambut

Pesta tahun baru usai,
tapi sambutan belum selesai.

Menyambut datangnya banjir,
menyambut naiknya iuran BPJS,
menyambut naiknya harga rokok,
menyambut naiknya tarif listrik,
menyambut naiknya harga barang pokok,

dan menyambut janji-janji kampanye calon kepala daerah.
Lalu kita yang masih optimis karena masih menghapal lima sila dalam Pancasila.

Soppeng, 02 Januari 2020

(III) Pilkada-isme

Bulan September tahun ini sekitar 270 daerah di Indonesia serentak akan menggelar pemilihan kepala daerah. 

Pesta untuk rakyat pun tiba:

Bentor Pilkada
Ojek Online Pilkada
Becak Pilkada
Angkot Pilkada
Petani Pilkada
Dokter Pilkada
Guru Pilkada
Buruh Pilkada
Mahasiswa Pilkada
Akademisi Pilkada
Seniman Pilkada
Dan Aktivis Pilkada

Semuanya untuk Indonesia yang lebih baik.

Makassar, 4 Januari 2020


(IV) Demonstrasi dan Pallu'basa

Siang itu, sekitar lima mahasiswa menyandara mobil truk, membakar ban bekas dan menutup akses jalan utama antara kota ini dengan kabupaten perbatasannya.

Orator mulai beraksi, bendera organisasi dikibarkan dan satu diantara mereka ada yang memakai kaos oblong, tampak bagian depannya wajah Pramoedya dan belakangnya bertuliskan:

 "seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan".

Mencoba untuk adil terhadap diri sendiri, saya melahap dua mangkuk Pallu'basa di warung yang berdekatan dengan demonstrasi kelompok mahasiswa sambil mendengarkan penuh seksama materi orasi yang diteriakkan silih berganti.

"Bubarkan, turunkan, hidup mahasiswa" adalah kata-kata wajib bagi setiap orator dalam demonstrasi tersebut.

Sebuah hiburan yang menyenangkan siang itu.

Makassar, 5 Januari 2020


(V) Selepas hujan

Puisi-puisi yang lahir selepas hujan,
ucapkan selamat tinggal terbaik pada 
kesepian.

Kita semua telah melewati banyak hal,
banyak kejadian.

Malam-malam yang berat, jam tidur yang terbatas.
Demi menjadi manusia yang menemukan dirinya pada kesederhanaan.
Bersiaplah untuk memilih dan melewati hal-hal baik dan buruk yang lebih besar.
Hujan pasti akan kembali datang esok harinya.  

Makassar, 07 Januari 2020


(VI) Aliamin

Aliamin, bersama keluarganya selama 24 tahun tinggal menetap dan menggantungkan hidupnya dengan membuka kedai kopi di samping Taman Patung Kuda depan bangunan tembok Benteng Rotterdam.

Jangan tanya berapa intensif dari pemerintah atas jasanya secara sukarela sebagai perawat taman.
Sedikit keuntungan dari kedai kopinya dimanfaatkan untuk menjaga kelestarian taman.
Atas nama revitalisasi cagar budaya, Aliamin diminta segera mengosongkan tempatnya. 
Selama beberapa bulan, Aliamin memilih bertahan atas nama warga negara yang memiliki hak atas tempat tinggal, hak atas pekerjaan dan hak atas kehidupan yang layak.

Hari ini kabar buruk itu pun tiba. Tanpa pemberitahuan puluhan orang yang mewakili instansi pelestarian cagar budaya mencabut tanaman dan menumbangkan pohon yang berada di Taman Patung Kuda. Tempat Aliamin menemukan kehidupannya. 

Demi pelestarian budaya dan keindahan kota, segera kosongkan tempat itu! 
Aliamin masih bertahan dan tidak sendiri.

Makassar, 08 Januari 2020

(VII) Pada Satu Jalan

Cuaca sedang buruk-buruknya,
tenangkan rasa, rawatlah asa.

Memilih menyerah atau berserah? Cara kita berbeda melihat hujan.
Tapi pada satu jalan kita masih sama. Menunggu pelangi di Banda Neira dan bunga-bunga ikut tersenyum.
Pada satu jalan hari terus berganti. Jangan terhenti, Pulau Buru masih menanti.

Makassar, 09 Januari 2020

(VIII) Puisi Tentang Rindu

hujan begitu derasnya malam ini, lalu kuselesaikan puisi untuk kau baca sebelum tidur.  
tidak ada sia-sia dari usaha menempuh jalan menuju bahagia.
kita kuat karena bekas luka di masa-masa menepi telah hilang.
sunyi sudah pergi tak berjejak, jiwa telah satu walau berjarak.
adakah yang paling teduh dari lahirnya puisi rindu sepasang kekasih di musim penghujan?

Makassar, 12 Januari 2020


(IX) Jangan Stres di Rumah Sakit 

Di rumah sakit milik pemerintah terlihat poster infografis berukuran besar yang letaknya di depan ruang tunggu klinik saraf.

"Kelola Stres" begitulah pesan tulisan dari poster infografis tersebut.

Terlihat pula raut wajah-wajah stres pasien dan keluarganya untuk menunggu panggilan selanjutnya.
Sebagian besar dari mereka menggunakan kartu jaminan kesehatan dari pemerintah yang iuran bulanannya telah naik dua kali lipat dari sebelumnya.

"Berpikir positif" adalah salah tips dari poster infografis "Kelola Stres" dengan gambar orang yang sedang tersenyum.

Jangan stres menunggu segala kebutuhan administrasi rumah sakit yang tidak beraturan. 
Jangan stres memikirkan penyakit yang obatnya tidak ditanggung oleh kartu jaminan kesehatan.
Jangan stres melihat dokter dan perawat yang dengan terpaksa mengumbar senyumnya. 
Jangan stres, karena rakyat kecil jika masuk rumah sakit harus tetap berpikir positif atas segala pelayanan buruk yang telah diterimanya.

Makassar, 20 Januari 2020


(X) Kota dan Masjid

Cerita di sebuah kota. Dulunya Bung Karno pernah menggagas perhelatan bagi negara-negara baru merdeka dan terjajah di kota ini.
Kata seorang seniman: kota ini diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum.
Banggalah kota ini telah mendapatkan penghargaan sebagai kota peduli HAM.

Tidak lama setelahnya, demi sebuah proyek pembangunan kota ini menggusur sendiri pemukiman warganya dengan cara-cara kekerasan.
Warga yang tergusur akhirnya memilih mengungsi di salah satu masjid setempat.
Keluarlah fatwa dari lembaga agama  yang mewadahi para ulama, zuama, dan cendikiawan. 

"Demi kemaslahatan dan kondusifitas , masjid harus difungsikan sebagaimana mestinya".

55 warga penggusuran yang mengungsi harus segera angkat kaki meninggalkan masjid tersebut.
Masjid harus kondusif dari segala kesengsaraan umat.
Kota harus menjadi modern dengan bangunan gedung-gedung pencakar langit.
Warga kota, fokuslah beribadah.

#TamanSariMelawan

Makassar, 22 Januari 2020


(XI) Saya adalah Gelap

Saya telah banyak menulis sajak tentang manusia dan akhirnya sadar belum melakukan apa-apa untuk manusia.
Saya larut dalam euforia ego, mengejar pengakuan. Barangkali untuk menikmati hidup kita memang butuh drama dan keramaian. 

Dan mereka yang terus bekerja dalam kesunyian akan meninggalkan jejak cahaya dalam hati manusia yang gelap. 

Yang selalu hidup dalam diri kita. Gelap.

Makassar, 24 Januari 2020

(XII) Menjadi Kuat karena Luka

Kita semua adalah pejalan.
Lambat atau cepatnya adalah pembeda.

Tetapi lama atau tidaknya kita akan merasakan luka yang sama. 
Luka sebagai titik jeda persinggahan. Kadang pula menjadi pintu akhir dari tujuan.

Usaha menuju sembuh menghasilkan kisah-kisah kesabaran.
Pada kenyataannya pejalan itu menjadi kuat setelah terluka.

Makassar, 31 Januari 2020


(XIII) Kepada mereka yang menghancurkan Masjid kami

Beragama untuk berbagi cinta dan kepedulian. Bertuhan itu bertujuan menemukan tenang. 
Beragama adalah saling bukan paling. Pembatas mayoritas dan minoritas akan hilang jika agama adalah satu jembatan kebaikan.

Makassar, 31 Januari 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gelorakan perjuangan di kampus! Gapai hak kita!

" Masa terbaik dalam hidup seseorang adalah masa ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri”. (Pramoedya) Waktu itu saya baru semester 2, salah seorang dari civitas akademika kampus memberi saya pesan. “ Jangan ikuti seniormu yang suka demo, fokus kuliah saja”. Hal pertama yang terlintas dipikiran saya adalah tentang larangan untuk ikut berdemonstrasi? Kenapa? Dan apa sebabnya. Apakah perguruan tinggi berperan sebagai “rumah ilmu” ataukah perguruan tinggi merupakan sarana meningkatkan status sosial mahasiswa tersebut. Haruskah seseorang mahasiswa berkutat pada materi-materi kuliah saja ataukah mahasiswa juga melakukan persinggungan dengan realitas objektif (masyarakat)? Bagaimana seharusnya menjadi seorang mahasiswa? Pertanyaan-pertanyaan itu yang terkadang muncul dalam benak kita, yang terkadang kita sendiri tak tahu jawabannya. Dari sini kita bisa lihat bahwa sebetulnya tidaklah terlampau sulit untuk menyimpulkan atas fenomena ketimpangan yang terjadi...

Saya Mahasiswa Sejarah dan Wajib Membaca Buku Kiri

(Dok: Pribadi) Razia buku-buku kiri yang dilakukan oleh aparat negara dan beberapa ormas keagamaan di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur dan Kota Makassar belakangan ini menjadi perhatian publik. Respon solidaritas pun berdatangan dari para pegiat literasi, aktivitis, sastrawan dan akademisi dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka memberikan kecaman terhadap tindakan razia buku karena dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi dan melanggar hak asasi manusia (HAM). Seminggu terakhir saya menunggu tulisan kritis dari para akademisi, dosen ataupun sejarawan di Kota Makassar dalam menyikapi polemik razia buku-buku kiri terkhususnya buku sejarah yang berkaitan dengan tema ideologi komunisme, gerakan komunisme Indonesia dan Peristiwa Gerakan 30 September (G30 S) 1965. Tetapi sampai saat ini saya belum mendapatkan satu pun tulisan yang terbit di media cetak ataupun media online. Tentunya kita membutuhkan pendapat dan pandangan mereka kenapa buku-buku sejarah yang dikategorika...

The Kablams (Awal Mula)

Cerita 01 Cerita ini 80 persennya diangkat dari kisah nyata sekelompok anak muda yang memiliki misi visi menolak tua. 20 persennya adalah fiksi, itu tergantung dari saya mau menambahkan atau mengurangi isi ceritanya, toh sebagai penulis saya punya hak prerogatif. Hahaha (ketawa jahad). *** Kami berlima akhirnya bersepakat atau mungkin cenderung dipaksakan untuk membuat genk. Bisa jadi ini merupakan sebuah faksi dalam komunitas kami sendiri. Tujuannya bukan untuk melakukan kudeta terselubung atau kudeta merangkak yang dipopulerkan oleh sejarawan Asvi Warman Adam dalam melihat peristiwa Gerakan 30 September 1965. Untuk apa juga kami melakukan kudeta, sementara komunitas ini tidak memiliki ketua atau makhluk sejenisnya, Jangan tanyakan soal berapa besar dana hibah yang dikelola komunitas ini. Saya sedikit punya pengalaman lebih dalam mendirikan genk dibandingkan anggota genk yang lain. Sedikit cerita tentang pengalaman ini. Pertama kali saya mendirikan genk bersama...